Ketika suatu kredit bermasalah, tentunya akan diambil langkah penanganan oleh pihak kreditur melalui penagihan kepada debitur bersangkutan. Satu hal menjadi masalah besar adalah ketika menemukan adanya debitur nakal yang sudah beberapa kali dilakukan penagihan namun tidak ada niat baik untuk melakukan pembayaran terhadap angsuran kreditnya yang telah menunggak meskipun telah diberikan peringatan I, II dan III. Dalam hal seperti ini, sebagai Account Officer ataupun Collector tak jarang berfikir untuk meminta bantuan polis untuk penagihan dalam hal menakut-nakuti atau memberikan shock therapy kepada si debitur nakal tersebut. Yang menjadi masalah adalah "Apakah dengan menggunakan jasa aparat hal tersebut diperbolehkan?". Beberapa waktu yang lalu, teman kolektor juga sempat berkata seperti ini "Bagaimana kalau debitur nakal itu dibawakan saja polisi biar dia mau membayar utangya kalau bisa?". Kalau dari sudut pandang kami yang minim pengetahuan tentang hukum tentu keinginan kami, menyetujui pertanyaan tersebut.
Karena penasaran juga "Apakah diperbolehkan?" akhirnya melalui beberapa pencarian di internet dari beberapa situs akhirnya jawaban atas pertanyaan tersebut terjawab dan saya kutip dari beberapa situs yang menurut saya memiliki data, dasar hukum dan pembuktian yang kuat.
Jadi secara umum, penagihan kredit bermasalah dengan bantuan Aparat Kepolisian adalah tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Kepolisian yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana tugas pokok dari Kepolisian sebagaimana dalam Pasal 13 UU Kepolisian, dikutip sebagai berikut bahwa
“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
Kepolisian harus tunduk pada Peraturan Pemerintah PP RI No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana pada Pasal 5 Peraturan Disiplin Kepolisian dikutip sebagaimana di bawah ini:
“Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan politik praktis;
c. mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d. bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;
e. bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g. bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;
h. menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;i. menjadi perantara/ makelar perkara;
j. menelantarkan keluarga.”
Jadi berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa aparat kepolisian dilarang untuk menjadi penagih piutang terhadap kredit bermasalah. Kalaupun ada yang melakukan penagihan, pastinya bukan aparat melainkan gadungan. Karena hemat saya, setiap aparat sudah memahami betul undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut.
Karena penasaran juga "Apakah diperbolehkan?" akhirnya melalui beberapa pencarian di internet dari beberapa situs akhirnya jawaban atas pertanyaan tersebut terjawab dan saya kutip dari beberapa situs yang menurut saya memiliki data, dasar hukum dan pembuktian yang kuat.
Jadi secara umum, penagihan kredit bermasalah dengan bantuan Aparat Kepolisian adalah tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Kepolisian yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana tugas pokok dari Kepolisian sebagaimana dalam Pasal 13 UU Kepolisian, dikutip sebagai berikut bahwa
“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
Kepolisian harus tunduk pada Peraturan Pemerintah PP RI No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana pada Pasal 5 Peraturan Disiplin Kepolisian dikutip sebagaimana di bawah ini:
“Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan politik praktis;
c. mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d. bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;
e. bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g. bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;
h. menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;i. menjadi perantara/ makelar perkara;
j. menelantarkan keluarga.”
Jadi berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa aparat kepolisian dilarang untuk menjadi penagih piutang terhadap kredit bermasalah. Kalaupun ada yang melakukan penagihan, pastinya bukan aparat melainkan gadungan. Karena hemat saya, setiap aparat sudah memahami betul undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut.